Saturday, December 24, 2011

IFFAH

    Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Dan juga berarti kesucian tubuh.
    Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.

    Nilai dan wibawa seseorang tidaklah ditentukan oleh kekayaan dan jabatannya, dan tidak pula ditentukan oleh bentuk rupanya, tetapi ditentukan oleh kehormatan dirinya. Oleh sebab itu, untuk menjaga kehormatan diri tersebut, setiap orang harus menjauhkan diri dari segala perbuatan dan perkataan yang dilarang oleh Allah SWT. Dia harus mampu mengendalikan hawa nafsunya, tidak saja dari hal-hal yang haram, bahkan kadang-kadang harus juga menjaga dirinya dari hal-hal yang halal karena bertentangan dengan kehormatan dirinya.

Bentuk-bentuk ‘Iffah
    Al-Qur’an dan hadits memberikan beberapa contoh dari iffah sebagai berikut:
1.     Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual, seorang Muslim dan Muslimah diperintahkan untuk menjaga penglihatan, pergaulan, dan pakaiannya. Tidak mengunjungi tempat-tempat hiburan yang ada kemaksiatannya, dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa mengantarkannya kepada perzinaan. Berikut adalah beberapa contoh terjemahan ayat:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya…(QS. An-Nur 24:30-31)

    Rasulullah saw bersabda:
“Jauhilah berdua-duaan dengan wanita (yang bukan isteri dan bukan mahram). Demi zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah berdua-duaan seorang laki-laki dengan seorang perempuan lain kecuali syaitan masuk diantara mereka berdua.”(HR. Thabrani)

Dari beberapa nash di atas jelaslah bagaimana Allah dan Rasul-Nya memebrikan tuntunan dengan cara menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah seksual. Seseorang tidak hanya harus menjauhi perzinaan, tapi juga menghindari segala sesuatu yang akan yang akan mengantarkannya kepada perzinaan. Kalau dia melakukan perbuatan yang mendekati perzinaan, misalnya pergaulan bebas laki-laki perempuan, nama baik dan kehornatannya akan tercemar. Sekalipun dia tidak melakukan perzinaan, tetapi masyarakat akan mudah menuduhnya telah melakukan perzinaan.
Di samping tidak bergaul secara bebas, untuk menjaga kehormatan diri dalam masalah seksual ini, Islam mengajarkan kepada kita bagaimana mengatur pandangan terhadap lawan jenis dan bagaimana berpakaian yang sopan dan benar menurut agama. Pakailah pakaian yang menutup aurat, tidak ketat, tidak transparan dan tidak menunjukan kesombongan. Pakaian merupakan identitas diri.
       
2.    Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan masalah harta, Islam mengajarkan, terutama bagi orang miskin untuk tidak menadahkan tangan meminta-minta. Al-Qur’an menganjurkan kepada orang-orang berpunya untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mau memohon bantuan karena sikap iffah mereka. Allah berfirman:
    “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena mereka memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkah di jalan Allahmaka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqarah 2:273)
        Orang-orang fakir yang dimaksud dalam ayat di atas adalah orang-orang yang karena menyediakan diri untuk berjihad sampai tidak dapat berusaha mencari nafkah. Orang-orang yang tidak mengerti keadaan mereka mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang berkecukupan disebabkan mereka selalu menjaga kehormatan diri mereka dari meminta-minta. Tetapi orang yang melihat mereka dengan teliti akan melihat wajah mereka pucat dan keadaannya sangat menyedihkan. Jika ada yang terpaksa meminta maka ia meminta dengan jalan yang halus tanpa mendesak.
        Meminta-minta adalah perbuatan yang merendahkan kehormatan diri. Daripada meminta-minta seseorang lebih baik mengerjakan apa saja untuk mendapatkan penghasilan asal halal, sekalipun hanya mengumpulkan kayu api. Rasulullah saw bersabda:
    “Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kayu bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik daripada dia meminta-minta kepada orang-orang, yang terkadang diberi dan kadang ditolak” (H. Muttafaqun ‘Alaihi)

3.    Untuk menjaga kehormatan diri dalam hubungannya dengan kepercayaan orang lain kepada dirinya, sseorang harus betul-betul menjauhi segala macam bentuk ketidakjujuran. Sekali-kali jangan dia berkata bohong, mungkir janji, khianat dan lain sebagainya. Rasulullah saw bersabda:
    “Berikan jaminan kepadaku terhadap enam perkara, maka aku akan member jaminan kalian masuk sorga. Yaitu, jujurlah bila kamu berkata-kata, tepatilah bila kamu berjanji, tunaikanlah amanah kepada yang berhak jika kamu diberi amanah, jagalah kemaluanmu, terukurlah pandanganmu, dan tahanlah tanganmu (sehingga tidak menyakiti orang lain).” (HR. Ahmad dan Ibn Hibban)
        Apabila seseorang dipercaya mengelola keuangan, kelolalah dengan jujur dan transparan. Lebih-lebih lagi apabila pemilik harta itu tidak dapat mengontrolnya. Misalnya mengelola harta anak yatim. Al-Qur’an mengingatkan kepada para wali anak yatim agar dapat menahan diri jangan sampai tergoda untuk memakan harta mereka. Bagi wali yang kaya lebih baik dia membiayai kehidupan anak yatim itu dengan kekayaannya sendiri, sebagai wujud dari kasih sayang dan belas kasihannya kepada mereka. Kecuali bagi wali yang miskin, termasuk biaya pengelolaan harta mereka apabila diperlukan. Tentang hal ini Allah SWT berfirman:
    “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut, kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu).” (QS. An-Nisa’ 4:6)
        Demikianlah, sikap iffah yang sangat diperlukan untuk menjaga kehormatan dan kesucian diri sehingga tidak ada peluang sedikitpun bagi orang lain yang tidak senang dengannya untuk melemparkan tuduhan dan fitnahan. Orang yang mempunyai sikap iffah akan dihormati dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dan yang lebih penting lagi dia akan mendapatkan ridha Allah SWT.

No comments:

Post a Comment